Sabtu, 27 Juli 2013

karena ...

Jika ku menunggumu kepastianmu, terasa satu detik sama dengan satu hari.
Jika ku tak menunggu kepastianmu, tersa sabar tidak pernah terhampar.

Karena aku tau dirimu, aku mencintaimu.
Karena aku mencintaimu, aku memaklumimu.

Kadang, aku seperti karang, tegar menantang, mesti jadi pelampiasan ombakmu.

Bahagia dan sedih yang kau kikiskan, mendalam menggali sumur perasaan yang tak dangkal.

Selasa, 02 Juli 2013

semoga

aku satu-satunya yang menjadikan dirimu satu-satunya, entahlah dirimu.
aku berhenti cukup dikamu, entahlah dirimu.
aku ingin jadi satu-satunya untukmu, semoga.
aku ingin jadi tempat pemberhentian terakhirmu, semoga.

aku ingin mencintaimu dengan ketulusan penuh, entahlah dirimu...

Hujan di Bulan Juni ; Sapardi

“tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu 

― Sapardi Djoko Damono

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya debu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada” 
― Sapardi Djoko Damono

Sajak kecil tentang cinta

Mencintai angin harus menjadi siut...
Mencintai air harus menjadi ricik...
Mencintai gunung harus menjadi terjal...
Mencintai api harus menjadi jilat...
Mencintai cakrawala harus menebas jarak...
MencintaiMu harus menjadi aku” 
― Sapardi Djoko Damono


Senin, 01 Juli 2013

cukup

Senja datang, menerjang menghadang.
tanpa tendeng aling-aling mengeliling.
Lembayung menjelang menghantarkan malam yang agak kelam.
Gelap, pekat.
Kamu yang disana dengan segala bujuk rayu
Aku tau kamu menginginkanku.
Cukup tau.
Dan ya, aku hanya Cukup tau...

kelam

Ketika kesalahan menimpa jiwa.
Ingin ku sucikan raga dari noda.
Kalo saja kesalahan tidak pernah tercipta,
Akankah dunia ini semuanya tersa benar dan berwarna?
Kalo saja tidak terlahir seorang pendosa,
Akankah semua makhluk masuk surga dan kedamaian membahana?
Hambar terasa jika semua sama rata.
Kita terlalu sibuk dengan rutinitas.
Dan lupa dari mana kita berasal.
Telanjang dada, supaya semua terlihat nyata.
Tapi sayangnya semua terkubur dalam kemunafikan.
Satu kata yang terwujud…  KELAM

Malu?

Dari sudut relung hati yang kelabu
Terpancar sedikit cahaya yang hendak sinari alam raya.
Negeriku kini kacau tak karuan, asap2 emosi tutupi atmosfer jingganya langit senja.
Jiwa pahlawan dan tanggung jawab jadi barang mahal.
Materi menjadi tolok ukur.
Padahal ada sesuatu yang jauh lebih berharga dari itu jika bola mata dan nurani masih berfungsi, yaitu ketulusan.
Dulu ku bangga jadi anak bangsamu,
Tapi liat situasi terkini haruskah ku malu jadi putrimu wahai negeri yang gemah ripah loh jinawi?

tetap

Duri seperti mati suri
Menancap tertancap bercucuran merah darah.
Aroma amis kerinduan terpasung tajam menghujam.

Hembusan angin membelai, menerpa
Kolibri, kumbang, lebah, hampiri tanpa malu-malu.
Tapi,
Mawar tetap utuh
Tetap tegak
Tetap berduri
Tanpa terkulai dan tak tau milik siapa.